Epistimologi Islam dalam Bayani, Burhani, dan Irfani
Biografi singkat Muhammad Abed al-Jabari lahir pada abad ke 19 lebih tepatnya pada tahun 1936 di bagian tenggara kota maroko. Beliau tumbuh pada sebuah keluarga pendukung partai Istiqlal. Memulai pendidikan dari sekolah agama, lalu dilanjurkan di sekolah swasta nasionalis Madrasah Hurrah Wataniyah yang didirikan oleh gerakan kemerdekaan, setelah selesai melanjutkan di sekolah lanjutan yang setara dengan tingkat SMA di kota Casablanca. setelah Maroco merdeka beliau mendapatkan gelar Diploma dari sekolah Tinggi Arab dalam bidang Scince.
Epistimologi Bayani
al-Jabari menjelaskan corak dari epistimologi bayani dapat dilihat dari sejarah perkembangannya yang merupakan epistimologi paling awal muncul dalam pemikiran Arab. Jarak waktu dari bayani atau bayan memiliki banyak makna diantaranya kesinambungan (al-washl), keterampilan (al-fashl), jelas dan terang (al-zhuhur wa al-wudhu. Bayani hadir bukan sebagai bagian dari budaya yang menjadi bagian dari sejarah namun memiliki akar sejarah yang panjang dalam pelataran tradisi pemikiran bangsa Arab. sebagaimana diketahui bangsa Arab sangat mengagungkan bahasanya, terlebih diyakini sebagai identitas kultur dan bahasa wahyu Tuhan. Sehingga wajar saja bila Jabari menyebutkan faktor terbesar sejarah awal mula peradaban Islam adalah sinergi bahasa dan agama, yang mana menjadikan produk intelektual ilmu kebahasaan dan ilmu agama.
Bayani merupakan metode berfikir khas bangsa Arab yang menekankan otoritas teks (nash) yang di kutip secara langsung atau tidak langsung. secara sederhana dimaknai degan sebuah pemahaman yang dipegang secara langsung makna dari teks dan dipraktekkan secara langsung tanpa perlu pemikiran: secara tidak langsung memahami teks secara mentah tanpa memerlukan penafsiran terlebih dahulu dalam memahami.
Imam Akhdiri berpendapat pada sebuah jurnal yang ditulis oleh Muhammad Wahdini:
bayan adalah ilmu yang mempelajari tata cara pengungkapan makna dengan menggunakan struktur kalimat berbeda dengan penjelasan yang lain (dari yang kurang jelas menjadi lebih jelas) untuk mengungkapkan suatu ide, pikiran, atau perasaan dengan menggunakan ungkapan yang sesuai dengan konteksnya. Istilah ini bervariasi dari satu kondisi ke kondisi lainnya
Ilmu bayan menjadikan teks sebagai rujukan utama dengan tujuan membangun konsepsi tentang alam semesta untuk memperkuat akidah agama. Epistimologi bayan selalu berpijak pada ashl (pokok) yang berupa teks (nash) baik secara langsung atau tidak langsung dan selalu berpijak pada naql. Sebab menjadikan nash sebagai sumber pengetahuan, maka yang menonjol dalam epistimologi bayani adalah tradisi memahami dan memperjelas teks, yaitu dengan berpegang dengan teks dzahir (tekstualisme).
Epistimologi Irfani
Irfani adalah ilmu yang diproleh dari proses rohani yang mana maknanya kesucian hati, dimana mengharapkan limpaham pengetahuan dari Tuhan langsung kepadanya. Hal ini kemudian dikonsepsikan atau masuk kedalam pemikiran sebelum dikemukakan kepada orang lain. dengan demikian, secara metodologi pengetahuan ruhani setidaknya didapatkan melalui tiga tahapan diantaranya persiapan, penerimaan dan pengungkapan. Hal ini baik dengan lisan atau tulisan.
Secara bahasa irfan berasal dari bahasa Arab arafah atau makrifat hal ini berkaitan dengan pengetahuan, tapi ia memiliki perbedaan dengan ilmu. Irfan atau makrifat berkaitan dengan pengetahuan yang diproleh secara langsung lewat pengalaman, sedangkan ilmu menunjuk pengetahuan yang diproleh melalui proses berfikir (naql) atau rasionalitas (aql). bila dibahas secara terminologi, irfani bisa dimaknai dengan pengungkapan atas pengetahuan yang diproleh dari penyinaran hakikat oleh Tuhan kepada hamba-Nya setelah adanya olah rohani yang dilakukan atas dasar cinta (mahabbah).
Epistimologi Burhani
Burhani secara bahasa adalah argumentasi yang kuat dan jelas. Dalam bahasa Arab, burhani berarti bukti yang rinci dan jelas, sedangkan dalam bahasa latin, adalah demonstration, yang berarti isyarat, gambaran yang jelas. Sementara menurut istilah adalah logika, Al-burhan adalah aktifitas intelektual yang mana bertujuan untuk membuktikan kebenaran suatu proposisi melalui pendekatan deduksi (istintaj) dengan cara menghubungkan proposisi yang satu dengan lainya yang terbukti secara aksiomatik.
Menurut Samsul Bahri dalam jurnalnya yang diterbitkan oleh jurnal Cakrawala Hukum menjelaskan bahwa penalaran bertumpu sepenuhnya pada tingkatan kemampuan intelektual dan eksperimental manusia, indram dan daya rasional dalam prolehan pengetahuan tentang alam semesta, bahkan hingga pemantapan perspektif realitas yang sistematis, valid, dan postulatif.
Burhani adalah kerangka berfikir yang tidak didasarkan pada teks suci atau pun pengalaman spiritual melainkan berdasarkan ketentuan logika. Keberan dalam spekulatif metodologi ini persis seperti yang diperagakan oleh metode keilmuan Yunani yang landasannya murni pada cara kerja empirik. Kebenaran harus dibuktikan secara empirik dan diakui menurut penalaran logis. Pendekatan burhani mampu menyusun cara kerja keilmuan dan mampu melahirkan sejumlah teori dan praktis ilmu seprerti Ilmu biologi, fisika, astronomi, geologi, dan bahkan ilmu ekonomi, pertanian dan pertambangan.
Menurut al-Jabiri, epistemologi burhani merupakan cara berpikir masyarakat Arab yang bertumpu pada kekuatan natural manusia, yaitu pengalaman empirik dan penilaian akal, dalam mendapatkan pengetahuan tentang segala sesuatu. Sebuah pengetahuan bertumpu pada hubungan sebab akibat. Cara berpikir seperti ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh ‘gaya’ logika Aristoteles.
Posting Komentar