Jika Anakmu Tak Suka Membaca, Mungkin Ia Tak Pernah Melihatmu Membaca
Opini-Kalian pasti sering melihat atau bahkan menjadi pelaku dalam skema berikut. Orang tua sering berkata, "Nak, rajinlah membaca!" Namun, apa yang terjadi setelah memberi perintah tersebut? Apakah sebagai orang tua kita ikut membaca, atau justru melakukan aktivitas lain? Tak sedikit dari kita yang setelah memberikan perintah malah menyalakan TV atau menonton Netflix, bukan membuka halaman buku.
Anak diminta mencintai buku, sementara kita sebagai orang tua tidak memberikan contoh dengan membuka buku, melainkan membuka ponsel dan sibuk menjawab setiap notifikasi yang terus berbunyi.
Minat membaca bukan sesuatu yang lahir dari sekadar perintah, melainkan dari atmosfer yang diciptakan. Saya ingat sekali bagaimana dulu, saat di asrama, saya mendapatkan arahan atau perintah dari senior untuk belajar di jam belajar. Namun, ketika melihat mereka justru asyik mengobrol, saya pun melakukan hal yang sama. Sebaliknya, ketika saya melihat seorang senior yang tekun belajar, saya malah termotivasi dengan kuat untuk ikut belajar.
Begitu kuatnya pengaruh atmosfer dalam hidup kita hingga mampu menciptakan arus bagi diri kita sendiri. Tidak masalah jika kita atau anak kita mampu melawan arus tersebut. Namun, perlu kita sadari bahwa anak kecil selalu mencontoh apa yang kita lakukan. Bahkan dalam bertutur kata, jika kita membiasakan bertutur dengan lembut, mereka juga akan bertutur kata dengan lembut. Sebaliknya, jika sekali saja kita mengucapkan kata-kata kasar, mereka pun akan menirunya.
Kembali ke pembahasan mengenai budaya membaca. Budaya membaca tidak akan tumbuh hanya dengan perintah atau anjuran dari sekolah. Membaca adalah kebiasaan yang bisa kita tanamkan, salah satunya dengan memberi contoh secara langsung. Sebagai orang dewasa dan orang tua, ketika berada di lingkungan anak-anak, hendaknya kita mengurangi screen time dari layar ponsel. Bagaimana mungkin anak bisa menyukai membaca jika mereka tidak pernah melihat orang tuanya tenggelam dalam bacaan buku? Bagaimana mungkin mereka menjadikan menulis sebagai kebiasaan jika yang mereka lihat hanyalah orang dewasa yang sibuk menggunakan jarinya untuk menyentuh layar ponsel?
Perlu kita ingat juga, anak tidak terlahir tanpa minat baca. Mereka hanya tumbuh di dunia yang tidak memperkenalkan keajaiban membaca. Yang mereka lihat bukanlah seseorang yang asyik mendalami buku, melainkan seseorang yang sibuk membalas story di media sosial. Yang mereka temui bukan pemahaman yang bertahan lama, melainkan berita instan yang datang dan pergi begitu saja.
Jika ingin anak kita suka membaca, biarkan mereka tumbuh di antara buku-buku, di dalam budaya keluarga dan lingkungan yang gemar membaca. Seperti mendengarkan kisah-kisah sebelum tidur, atau merasakan bahwa membaca bukan sekadar tugas, melainkan perjalanan dalam memahami kehidupan.
Buku bukan sekadar kumpulan halaman, melainkan ruang di mana pikiran bisa tumbuh. Jika rumah dipenuhi dengan kata-kata, anak akan terbiasa menghidupi imajinasi, menggali pertanyaan, dan merayakan sunyi yang penuh makna.
Tidak ada kata terlambat untuk memberikan contoh dalam membiasakan diri membaca buku. Mulailah dari sekarang untuk membudayakan membaca dan mencintai buku. Sebab, dengan membaca satu buku, kita tidak hanya memperoleh ilmu, tetapi juga belajar memahami sudut pandang penulisnya. Tak masalah jika awalnya kita membaca hanya sekadar membaca, karena itu adalah bagian dari proses memahami.
Posting Komentar