Ketika Pikiran Menjadi Musuh Terbesar Kita

Table of Contents

Pembunuh paling kejam di dunia ini adalah pikiran kita sendiri kita sendiri. 

Beberapa kesempatan kali ini saya baru saja menemukan ungkapan yang saya kutip tersebut. sejenak saya berfikir apakah benar ungkapan tersebut? dalam lamunan saya malam hari ini saya akhinya mengerti mengapa pembunuh paling sadis dan kejam di dunia ini adalah pikiran kita sendiri. Sebab, kita terlalu banyak over thinking tentang apa yang belum kita coba, membunuh perasaan bahkan keberanian untuk mencoba hal baru, terkadang pikiran kita juga yang mematikan kesadaran kita akan diri kita


Terkadang kita sangat mudah termakan oleh omongan orang lain yang akhirnya membuat kita berfikir itu adalah kenyataan yang harus kita terima, padahal semua itu belum tentu kebenarannya. seperti halnya ketika kita mendapatkan penyataan dari orang lain bahwa kita adalah orang yang bodoh tidak akan bisa menjadi sukses. apa bila pikiran kita mennyetujui pernyataan tersebut seberapa kerdirlnya pikiran kita mampu dikendalikan oleh omongan orang lain?

Terkadang juga kita sering meribetkan suatu urusan yang membuat urusan itu semakin rumit dan runyam, lantas urusan itu mengusik kehidupan kita. layaknya seseorang yang sedang mengalami patah hati pertamanya. Ia merasa dunianya runtuh lantas mengubah pola hidupnya yang awalnya baik-baik saja namun karena ia mengalami patah hati yang pertama kalinya akhirnya dia merubah kebiasaanya menjadi seorang yang pemurung dan pemarah.

Larut dalam kesedihan mendalam. Padahal ia masih memiliki pilihan dalam hidup dari cerita cinta nya yaitu memulai lembaran baru dan cerita baru. Namun apa? ia masih terjebak dalam pikirannya bahwa cinta pertama dan patahati pertamanya adalah pengalaman paling indah dan paling kejam. padahal itu hanya ada dalam pikirannya saja.

Pernyataan yang saya sampaikan ini juga didukung dari pendapat David J. Lieberman dalam bukunya yang berjudul The Psychology of Emotion yang mana dalam buku ini membahas bagaimana cara kerja emosi dan bagai mana cara kita mengelola emosi itu agar tidak meledak-ledak. Buku ini memberikan gambaran yang serupa bahwa pikiran kitalah yang mengontrol semua rasa. 


Marah itu ada sebab suatu situasi yang kita harapkan tidak terjadi dan prasangka negatif menguasi akhirnya ledakan emosi menjadi amarah, namun bisa kita mampu mengontrol itu semua kita akan mengatasi emosi itu sendiri.

Posting Komentar