Mendidik Anak Tangguh: Mengapa Kesiapan Gagal Begitu Penting dari Pintar
"Anak bukan hanya butuh menjadi pintar, namun yang mereka juga butuhkan adalah kesiapan untuk gagal".
kalimat tersebut terdengar kontradiktif di tengah-tengah gempuran prestasi akademik dan kecerdasan intelektual menjadi tujuan utama pendidikan. Sebagai orang tua kita sering mendorong anak untuk memiliki prestasi dan kemampuan akademik yang baik bahkan menjadi nomer satu di antara teman-teman sebayanya. Namun, mari kita hentikan sejenak langkah kita dan mencoba melihat realitas yang generasi sekarang alami.
Sebagian besar anak zaman sekarang mudah mengalami kecemasan, stress, bahkan kehilangan arah. Hal ini tidak disebabkan semata-mata mereka kurang pintar atau kurang capak dalam keilmuan, namun kurang mampunya mereka menyelesaikan permasalahan dan bangkit kembali dari setiap kesulitan yang mereka hadapi.
Menjadikan pintar sebagai fokus adalah perangkap yang menciptakan mentalitas yang rapuh
Ketika kita menitik beratkan pada hasil seperti Nilai sempurna, menjadi juara kelas, dan mendapatkan mendali. Hal ini secara tidak langsung menciptakan bahaya pada anak kita. Sebab, anak mulai percaya bahwa harga diri mereka dilihat dari seberapa pintar mereka atau berprestasi mereka. Kegagalan dalam sebuah ujian menjadi sebuah kegagalan besar dalam hidupnya.
Padahal bangkit dari kegagalan adalah poin terpenting dalam hidup ini, seperti bahasan yang sering sudah kita temui bagai mana jadinya bisa Thomas Alva Edison tidak melanjutkan penemuannya ketika mengalami kegagalan? mungkin dunia yang kita lihat sekarang akan begitu gelap dimalam hari, bahkan hidung kita akan berbekas hitam saat kita mengusapnya di pagi hari.
Ketika anak sudah mendapatkan lebel pintar maka untuk menjaga lebel tersebut anak akan berusaha menjaga harga dirinya dan cenderung mengambil langkah-langkah yang kurang berani. Hal ini menciptakan kemunduran dalam diri mereka sebab mereka akan merasa takut gagal dalam mengambil keputusan atau mencoba hal baru.
Bila kita masih menjadikan pintas sebagai tujuan akhir dari sebuah kesuksesan mendidik anak. Maka kita harus ingat menyelesaikan masalah adalah komponen terpenting dalam menjalani ketidak pastian dalam hidup ini yang kadang diisi oleh penolakan, dan masalah kompleks lainnya. Tanpa adanya kemampuan berfikir kritis maka anak yang cerdas sekalipun akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.
Resiliensi Bentuk Sesunguhnya Dari Kalimat "Siap Gagal"
Mengajarkan anak untuk siap menghadapi kegagalan bukan berarti kita menjadikan anak menjadi orang yang selalu gagal. Namun sebaliknya kita memberikan pondasi psikologis pada anak untuk menghadapi dunia ini, menyiapkan anak untuk mampu mengatasi setiap masalah yang akan mereka hadapi adalah manivestasi terbaik bagi anak itu sendiri.
Resiliensi adalah kemampuan untuk bangkit kembali setelah terpuruk. anak yang relisiensi menjadikan kegagalan sebagai pelajaran. Contoh sederhananya anak akan berfikir dan menjadikan kegagalan mereka sebagai pelajaran yang mengambarkan adanya ketidak sesuaian sehingga mereka mengalami kegagalan, dan pada akhirnya mereka akan memulai kembali dengan cara yang berbeda dan memperbaiki ketidak sesuaian yang sebelumnya sudah mereka lakukan.
Anak yang siap gagal adalah anak yang sudah memiliki pemikiran berkembang atau istilah keren jaman sekarang Growth Mindset mereka memahami bahwa proses, keberanian, dan usaha adalah suatu yang berharga dari pada sekedar dianggap pintar oleh sekitar.
Cara Mudah Mengajarkan Anak "Siap Gagal"
Pertama, validasi emosi bukan memperbaiki masalah sederhananya sebagai orang tua kita perlu memvalidasi kegagalan anak dan kekecewaan yang ia hadapi dengan berkata "ayah dan bunda tahu kamu sedih dan kecewa karna sudah berusaha cukup keras, perasaan itu wajarkok" itu adalah cara memvalidasi perasaan anak bukan memperbaiki masalah "tidak apa-apa cuma gitu doang".
Berikan pujian dari setiap usaha yang sudah mereka lakukan sehingga mulailah fokus pada usaha mereka bukan hanya hasil akhir semata. Lalu jadilah contoh yang baik bagi anak. Tunjukkan pada mereka bahwa orang dewasa pun pernah salah dalam memilih langkah dan mengaalami kegagalan memberikan ketenangan bahwa kegagalan adalah bagian normal dari hidup ini.
Jangan lupa untuk selalu fokus pada solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi. Hal ini bisa dilakukan dengan cara berdiskusi dengan anak untuk memecahkan masalah, dan biarkan mereka mengalami konsekwensi alami. Jangan selalu menjadi penyelamat dari setiap permasalahan yang mereka alami agar mereka bisa terus berkembang.
Membesarkan anak di era yang serba digital dan mudah ini bukanlah suatu kenyaanan dan keamanan dari tekanan dan tuntutan dalam mendefinisikan kalimat sukses itu. Sukses bukan sekedar hidup bebas dari kegagalan, sukses yang sejati adalah memiliki keberanian untuk mencoba hal baru, dan ketangguhan hati untuk bangkit saat terjatuh, dan bijak sana dalam belajar menentukan langkah dalam hidup ini.
Dengan menggeser fokus dari tuntutan untuk "menjadi pintar" ke pembekalan "kesiapan untuk gagal", kita tidak sedang menurunkan standar. Sebaliknya, kita sedang memberi mereka hadiah terindah: kesehatan mental yang kuat, kecintaan pada proses belajar, dan kompas internal yang akan memandu mereka melewati badai apa pun dalam kehidupan.
Posting Komentar